Dinosaurus di era Normal Baru
- Indra
- Nov 12, 2020
- 2 min read
Melihat dunia hari ini, saya senang punya kesempatan untuk bertumbuh di jaman yang lebih sederhana. Ya, saya adalah bagaikan seekor dinosaurus dan saya bersyukur karenanya. Alamat email saya masih hotmail dan saya masih punya akun America Online (AOL).

Read in English here.
Kita dibanjiri oleh berbagai jenis berita dan saran tentang perilaku dan pelanggaran yang tidak pernah terpikirkan dua puluh, tiga puluh tahun yang lalu. Sekarang lebih mudah, misalnya menjadi kecanduan pornografi, dengan kemudahan akses di gadget kita. Juga lebih mudah untuk mengambil gambar diri Anda dan teman-teman Anda, karena itu akan menjadi digital dan otomatis disimpan ke gadget Anda saja. Sebelumnya, hal ini tidak terpikirkan karena toko kamera harus memproses foto-foto yang Anda ambil.
Setiap orang memiliki akses internet pribadi. Setiap orang di negara yang relatif bebas memiliki kesempatan untuk mendorong agendanya sendiri jika dia mau, tidak peduli seberapa bermoral atau bengkoknya agenda itu. Dengan keterbukaan informasi bagi setiap orang, peluang untuk menilai dan dinilai juga semakin besar. Tindakan bodoh atau kata-kata kasar yang dilakukan seseorang di masa remajanya dapat direkam di internet untuk selama-lamanya. Satu momen kebodohan saja bisa menghantui dia bertahun-tahun kemudian. Jadi, memang tumbuh dewasa di era ini jelas sulit!
Tidak heran jika beratnya dosa juga tampaknya semakin parah. Saya sudah menyebutkan pornografi sebelumnya, tapi juga perilaku dan pilihan lain yang dianggap tidak normal bertahun-tahun yang lalu, kini didorong untuk menjadi “normal baru”.
Kalau begitu, di mana situasi ini menempatkan seorang dinosaurus Katolik seperti saya? Haruskah saya menyesuaikan diri dengan waktu dan menerima "normal baru" ini? Saya tidak bisa, bahkan jika saya mau. Kebenaran tetaplah kebenaran, bahkan ketika tidak ada yang mempercayainya, dan kepalsuan tetaplah kepalsuan, bahkan ketika semua orang tampaknya mempercayainya.
Namun, ini bukanlah alasan bagi saya untuk menghakimi atau menolak untuk bergerak maju! Kalau tidak, SAYA AKAN SAMA seperti seekor dinosaurus purbakala. Tetapi, bagaimana saya bisa melanjutkan hidup dan tetap setia sebagai seorang Katolik? Haruskah saya belajar melihat ke arah lain?
Dalam Surat kepada Jemaat Roma, Paulus berkata: “Di mana dosa bertambah, kasih karunia berlimpah lebih lagi.” Paulus menggambarkan kekuatan penyelamatan yang dari Tuhan. Bagaimana kita bisa menjadi saluran rahmat itu? Dari daya penyelamatan itu?
Inilah yang Paus Fransiskus sedang lakukan. Dia tidak pernah menuntun kita untuk mentolerir dosa, setahu saya tidak. Namun, ia membimbing kita untuk menumbuhkan empati kita, kasih karunia kita bagi sesama! Ya, kita seharusnya memang tidak pernah mentolerir dosa. Namun, bukan tempat kita juga untuk menghakimi orang lain. Panggilan kita adalah untuk bertumbuh dalam empati, sehingga kita bisa menjadi saluran kekuatan Tuhan yang menyelamatkan, yang lebih besar dari semua dosa yang ada. Tuhan tidak datang untuk orang yang sehat. Gereja bukan untuk mereka yang sehat, tetapi Gereja ada untuk yang orang-orang sakit, termasuk kita!
Jadi, ya, saya akan tetap menjadi seorang dinosaurus Katolik, yang akan terus tercengang pada dunia saat ini dan yang akan datang, baik ataupun buruk. Namun, saya tahu pasti bahwa apapun yang terjadi, kasih karunia Tuhan, kuasa penyelamatan-Nya, akan terus melimpah.
Comments