Refleksi tentang komunikasi dengan orang muda
- R.
- Sep 11, 2020
- 7 min read
Updated: Oct 1, 2020
Mau didengarkan oleh orang muda? Setidaknya dewasa ini ada 3 kualifikasi utama yang dibutuhkan seseorang untuk berbicara tentang Tuhan kepada orang muda.

Karena yang diucapkan mulut meluap dari hati. (Mat 12:34b)
Pada acara International AIDS Conference 2006 di Toronto, Vineeta (usia 6) dan Sevilla (usia 4) hadir menemani orang tua mereka untuk membuat film tentang konferensi itu. Mereka mewawancarai ahli AIDS terkenal, aktivis gay, distributor kondom, dan banyak tokoh-tokoh lainnya yang hadir.
Sekali waktu, Dr.Mark A.Wainberg – salah seorang pimpinan konferensi, ditanya oleh kedua anak ini “Bagaimana AIDS bisa masuk kedalam tubuh Anda? Kenapa orang-orang ingin berhubungan seks?” Dr.Mark menghindar dengan tertawa gugup. “AIDS masuk kedalam tubuh dengan cara yang… yang cukup rumit untuk dijelaskan pada anak kecil,” katanya. Lalu ia melanjutkan “Dengan cara yang sama seperti hubungan ayah dan ibu… yang akhirnya menyebabkan kita bisa lahir di dunia. Kamu menanyakan pertanyaan yang bagus. Saya tidak tahu apakah saya berkualifikasi menjawab pertanyaan kamu.” (http://www.nytimes.com/2008/02/26/health/26aids.html?_r=1)
Dr. Mark A. Wainberg, O.C., O.Q., Ph.D adalah seorang ahli riset AIDS yang saat itu berusia 60an, dan menjabat sebagai Direktur McGill University AIDS Centre di Montreal Jewish General Hospital, serta Professor of Medicine and of Microbiology di McGill University (http://en.wikipedia.org/wiki/Mark_Wainberg). Ia sangat menguasai bidangnya, dan ia sangat kompeten untuk menjawab pertanyaan tadi. Namun sayangnya, ia tidak tahu bagaimana berkomunikasi dengan anak kecil, sehingga ilmu pengetahuannya menjadi kurang berguna bagi anak kecil tadi.
Ada banyak “anak kecil” dalam Gereja, yaitu orang-orang yang mungkin kurang mengerti akan Allah dan kasihNya – misalnya banyak orang muda. Ada banyak juga “Dr.Mark A Wainberg, O.C., O.Q., Ph.D” dalam Gereja, yaitu orang-orang yang ahli teologi, filasafat, eklesiologi, sakramentologi, kristologi, bibliologi, pneumatologi, dan sebagainya – misalnya para uskup, para imam, katekis, guru agama, para koordinator bidang pelayanan, dan pewarta awam. Namun pertanyaannya adalah: Apakah mereka (termasuk saya), berkualifikasi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan orang muda? Apakah mereka, atau kita, tahu bagaimana berkomunikasi dengan orang muda? Karena bila tidak, jangan-jangan ilmu pengetahuan ini juga menjadi kurang berguna.
Mau didengarkan oleh orang muda? Setidaknya dewasa ini ada 3 kualifikasi utama yang dibutuhkan seseorang untuk berbicara tentang Tuhan kepada orang muda:
1. Mencintai Tuhan
2. Mencintai orang muda
3. Ketrampilan berkomunikasi
1. Mencintai Tuhan
Orang muda dewasa ini sangat kritis. Kita tidak bisa berbicara tentang Tuhan serta kebenaran dan kasihNya yang begitu besar kalau kita sendiri tidak berjuang untuk tinggal di dalam kasih dan kebenaran ini. Artinya, kita harus berusaha menghidupi apa yang kita wartakan. Bila tidak, orang muda akan melihat dalam diri kita, bahwa kita cuma pembicara dan bukan pelaku Firman. Kalau kita tidak menghayati dan menjalani hidup yang sesuai dengan kasih Allah dan kebenaranNya seperti yang diajarkan Gereja, maka percayalah, orang muda akan bisa melihat itu, dan mereka tidak akan peduli dengan apa yang kita wartakan. Mereka akan berkata “Ah dia bisanya cuma ngomong doang, tapi kelakuannya tetep aja gak beda dengan yang lain”. Dari pengalaman saya, kita tidak bisa bohong dengan orang muda. Kalau kita sungguh mengasihi Tuhan, kalau kita sungguh rindu hidup dalam kasih dan kebenaranNya, maka hal ini pasti terlihat lewat hidup kita sehari-hari – dan keyakinan iman inilah yang ingin dilihat oleh orang muda. Mereka mungkin tidak berkomentar waktu mendengarkan kita bicara, tapi satu hal yang pasti: perbuatan berseru lebih lantang daripada kata-kata!
Contoh yang saya paling suka dan menurut saya paling nyata adalah Bunda Maria. Bayangkan, hanya dengan kehadirannya saja Elizabeth bersuka cita, bahkan bayi dalam kandungannyapun melonjak kegirangan. Ia adalah pewarta terbesar sepanjang jaman!
Apakah saya begitu menyatu dengan kasih dan kebenaranNya sehingga kehadiran saya menjadi sukacita bagi sesama? Atau waktu orang muda mendengar nama saya, mereka justru jadi malas untuk terlibat dan hadir? Apakah saya sungguh mengasihi Allah sehingga sharing saya tentang Allah sungguh-sungguh hidup dan “menghidupkan” orang muda?
2. Mencintai orang muda
Ada orang yang bicara tentang orang muda atau kepada orang muda karena sok peduli, ada juga yang karena malu kalau tidak ikut-ikutan Gereja memperhatikan orang muda, ada juga yang karena butuh aktualisasi diri di audience yang lebih muda, supaya dihormati dan dipandang penting. Apapun alasannya, Tuhan bisa bekerja lewat alasan itu, dan bahkan memurnikannya. Dan apapun alasannya, percayalah, orang muda akan bisa melihat alasan itu. Di sisi lain kalau seseorang bicara tentang orang muda dan kepada orang muda, karena ia sungguh-sungguh mencintai mereka, maka orang muda juga akan bisa melihat hal ini. Alasan apapun yang ada di dalam hati kita, pasti akan terungkap dan terlihat lewat apa yang kita lakukan, dan katakan. Satu hal yang perlu dicatat: Orang muda mencintai otentisitas, yaitu kejujuran dan ketulusan.
Cinta itu sabar, murah hati, dan rela menderita. Berapa banyak yang sabar, murah hati, dan rela menderita bagi orang-orang muda? Kebun anggur orang muda bukan kebun anggur yang mudah dilayani dan dikelola, karena isinya adalah hati-hati yang idealis namun banyak terluka dan banyak mencari arti serta tujuan hidup. Gejala negatif yang tampak di permukaan, seperti seks bebas, narkoba, kebingungan gender, dan sebagainya, seringkali adalah buah dari apa yang mereka terima di rumah – tanpa mempersalahkan pihak manapun. Tapi yang menerima “cap negatif” adalah generasi orang muda yang sebetulnya adalah “korban” dari situasi rumah dan lingkungan yang ada. Ada pepatah tua yang mengatakan “Buah apel jatuh tidak jauh dari pohonnya”. Mudah-mudahan pepatah ini tidak 100% benar.
Mencintai berarti selalu mau yang terbaik bagi orang yang kita cintai. Yang terbaik tidak harus berarti apa yang kita mau, dan yang terbaik tidak harus memaksakan apa yang menurut kita baik. Berapa banyak orang bilang peduli akan orang muda, tapi memaksakan orang muda harus ikut pendapatnya, karena kalau tidak, orang muda dicap sok tahu dan pemberontak?
Mencintai berarti hadir dan mendengarkan. Ada banyak orang yang di atas panggung atau di pertemuan para pemimpin mengungkapkan kata-kata indah mendukung orang muda, tapi hanya sedikit yang mau ada di tengah-tengah mereka dan mendengarkan seruan hati mereka. Mendengarkan berarti mencari seruan hati terdalam dan tetes air mata yang telah menggunung di balik kata-kata canda mereka, yang mungkin menurut saya tidak berguna atau mungkin “mengganggu” karena tidak cocok dengan gaya senda gurau saya.
Mencintai berarti mau mempercayai dan bahkan memberi ruang bagi orang yang kita cintai untuk berbuat salah, karena cinta selalu membangun dan memaafkan. Beberapa kali saya bicara dengan orang-orang muda, dan sambil bercanda dan tertawa mereka berkata “Kalau mau buat konsep dan keputusan, biasanya kita gak diajak – apalagi kalo menentukan jatah alokasi dana. Giliran disuruh-suruh bantu acara, baru kita dihubungin untuk kerja di lapangan…ha..ha.. Tapi gpp lah, udah biasa…” Puji Tuhan, akhir-akhir ini Gereja banyak sekali memberi ruang bagi orang muda untuk berkarya, sehingga mudah-mudahan senda gurau seperti itu mulai berkurang.
Tapi sekali lagi, cinta yang kuat bagi orang muda pasti terlihat oleh mereka, dan ini memberi kredibilitas yang besar bagi seseorang untuk berbicara dengan orang muda. Tanpa kasih dan kehadiran di tengah-tengah mereka, biasanya mereka akan bilang “Siapa sih ini orang? Gak pernah kelihatan, eh tiba-tiba ngomong panjang lebar dan kita disuruh dengerin dan nurutin dia… zzz…zzz…zzz… Kuy cabut aja”
3. Keterampilan berkomunikasi
"Ben de sana şunu söyleyeyim, sen Petrus’sun ve ben topluluğumu bu kayanın[] üzerine kuracağım. Ölüler diyarının kapıları ona karşı direnemeyecek."
Apakah ada yang mengerti bahasa di atas? Mohon maaf, saya juga tidak mengerti karena itu bahasa Turki. Kalau saya bicara dengan orang Turki, mereka pasti mengerti artinya. Tapi waktu saya bicara dengan orang Indonesia, saya harus berbicara dengan bahasa Indonesia, supaya pendengar mengerti maksudnya. Tulisan di atas adalah Injil Matius 16:18, yaitu “Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya.” Nah, sekarang kita semua mengerti maksudnya.
Begitu juga bila berkomunikasi dengan orang muda awam, kita harus menggunakan bahasa yang dimengerti oleh orang muda awam – bukan orang muda rohaniwan yang sedang belajar teologi di Sekolah Tinggi Filsafat misalnya. Penggunaan bahasa yang salah menjadikan seluruh konten bahasan/pembicaraan menjadi tidak relevan, membosankan, dan bahkan bisa menyebabkan salah pengertian! Akibatnya, Kabar Gembira yang seharusnya menghidupkan justru bisa jadi memadamkan, karena tidak disampaikan dengan bahasa dan cara yang tepat.
Teologi atau “faith seeking understanding” sangat mendalam di konsep, dan bila kita mau berbicara dengan orang muda tentang ini, kita harus mencari bahasa-bahasa praktis modern orang muda sehingga pesan kebenaran kasih Tuhan ini bisa diterima dan bahkan dialami dengan begitu indahnya oleh mereka. Sesekali waktu pada sebuah Misa, seorang Imam berkata “Selama masa Adven ini kita harus mempersiapkan diri agar bisa merasakan keselamatan yang mendalam”. Berulangkali ia menggunakan istilah “merasakan keselamatan yang mendalam” dan setiap kali pula saya bertanya dalam hati “Apa sih maksudnya merasakan keselamatan yang mendalam???”. Barangkali ada 15 kali ia menggunakan istilah itu, dan 15 kali saya bertanya terus dalam hati. Selama kotbah, kata-katanya memang sampai di pikiran saya, tapi tidak pernah menjangkau hati saya, karena sampai sekarang saya tidak tahu apa maksudnya. Penerapannya bagaimana? Praktisnya apa?
Mungkin maksudnya hati kita merasa damai – maka katakanlah hati merasakan damai. Atau mungkin maksudnya hati kita merasakan Yesus yang hadir – maka jelaskanlah bagaimana rasanya kalau Yesus itu hadir di hati. Atau jangan-jangan maksudnya keselamatan itu cuma perasaan doang? (Nah betul kan Kabar Gembira yang seharusnya bisa menghidupkan malah bisa menimbulkan salah pengertian!).
Kompetensi dalam berkomunikasi ini sangat penting, karena sederetan gelar yang panjang saja tidak cukup kalau tidak bisa mengkomunikasikanilmu/pesan yang indah itu dengan bahasa yang tepat. Seperti Dr.Mark di atas, sehebat-hebatnya ia dalam bidang AIDS, ia tidak tahu bagaimana menjelaskan AIDS ke anak kecil. Sehebat-hebatnya kita dalam “kebenaran Tuhan dan GerejaNya”, mungkin kita tetap perlu belajar banyak untuk bisa mengkomunikasikan Kabar Gembira ini ke orang muda di sekitar kita – setidaknya saya merasa saya perlu banyak belajar lagi.
Contohnya siapa?

Jadi siapa contoh orang yang punya kualifikasi untuk bicara dengan orang muda?
Salah satu contoh yang paling tepat untuk kualifikasi ini adalah mendiang St. Yohanes Paulus II – tidak ada yang bisa meragukan cintanya pada Tuhan (lihat wajahnya dan konsistensinya mempertahankan dan mewartakan kebenaran), tidak ada yang bisa mempertanyakan cintanya bagi orang muda (ia bukan sekedar bicara, tapi juga hadir di tengah2 orang muda, bahkan mengatakan bahwa orang muda adalah tumpuan harapannya bagi Gereja), dan kemampuan komunikasinya telah mengambil hati jutaan orang muda dari berbagai penjuru dunia untuk datang berkumpul merayakan iman dan mendengarkan ia bicara (sekalipun di usianya yang sudah tua!).
Saya pikir kita, khususnya saya, harus belajar banyak dari buah pikirannya, tulisan-tulisannya, dan ruang hatinya yang begitu besar buat Tuhan dan orang muda!
Untuk melayani orang muda, saya harus lebih banyak mendekatkan diri pada Sang Sumber Cinta, yaitu Hati Yesus sendiri, lewat waktu-waktu doa dan hening di hadapan Sakramen Mahakudus. Saya harus lebih banyak meluangkan waktu untuk berada di tengah-tengah orang muda serta mendengar apa yang menjadi kebutuhan hati mereka. Sejalan dengan itu, saya harus mengakui betapa kurangnya kemampuan komunikasi saya dengan orang muda. Kehidupan orang muda begitu dinamis dan cepat berkembang, baik budaya ataupun istilah bahasa sehari-harinya. Untuk itu, saya perlu terus memperbaiki diri dan mengembangkan kemampuan berkomunikasi, supaya saya bisa ambil bagian dalam Amanat Agung pewartaan iman. Saya menyadari ini bukan tugas yang mudah, untuk itu hati dan pikiran yang terbuka untuk mau bekerjasama dan berdialog dengan segenap pihak Gereja, baik dengan klerus maupun awam, harus selalu dikembangkan dan diwujudkan. Tidak ada satu orangpun yang bisa melakukan semuanya, tapi sebagai keluarga besar Gereja, kita bisa saling mendukung dan saling melengkapi, lalu kasih Tuhan yang memberkati dan menyempurnakannya.
Orang muda hari ini bukanlah Gereja hari esok. Orang muda hari ini adalah Gereja hari ini juga. Mari kita bicara dengan orang muda. Mari kita beritakan hidup yang penuh harapan dan sukacita kepada orang muda, karena Roh Pengharapan dan Roh Cinta yang Mah Kuasa pasti menyertai dan memampukan kita semua.




Comments