top of page
Search

Pelayanan Cari Dana

  • R.
  • Sep 11, 2020
  • 4 min read

Updated: Oct 26, 2020

Kalau semua hanya mau pelayanan doa, mewartakan Sabda, dan memberi makan orang lapar, siapa yang cari dana untuk karya-karya ini?

ree
Fund-raising is proclaiming what we believe in such a way that we offer other people an opportunity to participate with us in our vision and mission (Henry Houwen).

Baru saja seorang perempuan remaja berjilbab meninggalkan meja saya. Kita ngobrol hanya 5 menit, tapi dia menjawab kegalauan hati saya 1-2 hari ini...


Saya lagi baca-baca materi formasi komunitas di sebuah kedai kopi, waktu seorang remaja perempuan berjilbab ini datang mendekat. Dengan earphone dan mata yang tertuju pada laptop, mustinya saya terlihat serius dan sibuk ya. Tapi remaja perempuan ini dengan cueknya datang mendekat, lalu tersenyum lebar dan sepertinya mengatakan sesuatu. Saya melepas earphone, dan menjawab “Sori, kenapa?” Dia lalu memperlihatkan sebuah buku kecil dengan foto beberapa orang anak pada covernya. Ah, saya pikir, saya tau nih. Saya sudah pernah disapa orang kayak gini, yang “minta sumbangan” untuk sebuah yayasan anak-anak terlantar juga. Tapi saya sadar tidak mudah buat remaja perempuan ini untuk keluar dari dirinya, mendatangi orang tak dikenal, dan menempuh resiko ditolak, demi anak-anak terlantar. Dia mungkin saja dapat komisi, atau mungkin juga hanya mau belajar berani, tapi apapun alasannya, saya sadar bahwa ini bukan pekerjaan yang mudah. Maka saya ijinkan dia duduk, untuk memulai ceritanya.


Dia memperkenalkan diri sebagai siswi SMK di Garut yang sedang magang di Jakarta lewat program volunteer sebuah yayasan. Ia lalu mulai membuka bukunya, dan menjelaskan bahwa kalau saya bersedia membantu 100,000 rupiah, maka ada banyak voucher discount di buku ini yang bisa saya gunakan. Saya lalu tanya “Yayasan ini lakukan apa saja ya buat anak-anak terlantar? Anak-anak yang dibina ini dari daerah mana saja?” Wajahnya langsung bingung. Dia lalu senyum lagi. “Bisa dilihat di website-nya” jawab dia. Saya langsung google dan langsung menemukan informasi yang saya cari.

Saya lalu jelaskan bahwa yang lebih penting daripada vouchernya adalah tujuan dari donasi ini. Maka, dia perlu mengerti tentang anak-anak terlantar serta karya yayasan ini. Lagi-lagi sambil senyum dia minta maaf. “Maaf kak, saya masih belajar nih. Dalam seminggu ini saya perlu cari 20 orang untuk membeli buku ini, dan saya baru dapat 15” Dia lalu mengundang saya untuk hadir di event yayasan ini, yang akan diadakan bulan depan di Cibubur, agar bisa mengenal lebih jauh tentang karya-karya mereka. Saya bilang terima kasih untuk undangan dan penjelasannya, sambil mengambil uang 100,000 rupiah. Dia mencatat beberapa data saya, lalu menerima uang itu sambil memberikan buku kecil yang berisi info yayasan dan voucher diskon. Sambil tersenyum, dia lalu bilang “Terima kasih ya kak”, dan pergi.

Lima menit. Hanya lima menit, dan dia berhasil mengatasi rasa takutnya, keluar dari kenyamanan dirinya, menyapa orang tidak dikenal, menempuh resiko ditolak, dan berhasil mendapatkan 100,000 rupiah. Dan saya adalah orang ke-15 di minggu ini! Demi apa? Mungkin demi dirinya sendiri, tapi juga demi anak-anak terlantar. Kepeduliannya ini mengalahkan ketakutannya. Action-nya lebih besar daripada pride-nya, kalau-kalau ditolak.


Lewat pengalaman 5 menit bersama remaja perempuan berjilbab ini, saya merasa Tuhan menunjukkan beberapa hal:

1. Cari dana sosial ini pertama-tama bukan soal kemampuan kita, tapi soal Tuhan yang peduli dengan anak-anak terlantar. Ada ribuan anak-anak terlantar yang butuh ditolong, dan Tuhan akan gunakan berbagai cara untuk memastikan bahwa anak-anak ini terpelihara dan tercukupi kebutuhannya.

2. Tuhan sanggup menurunkan uang dari langit, tapi Tuhan ingin kita menjadi co-worker-Nya. Yesus mengatakan “Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Akupun bekerja juga” (Yoh 5:17). Bagi Yesus, pekerjaan ini bukan soal nyaman atau tidak nyaman, bakat atau tidak bakat, sesuai karakter atau tidak sesuai karakter. Memangnya pekerjaan memikul salib itu soal nyaman, bakat, dan cocok atau gak cocok? Maka, demi mewujudkan rencanaNya yang indah, Dia mengundang kita untuk ikut bekerja bersama Dia.

3. Seperti halnya semua aspek pelayanan lain, bekerja mencari dana ini bukan soal bisa atau gak bisa, tapi soal mau atau gak mau. Remaja perempuan ini cuma punya modal berani dan senyum, tapi dia berhasil mendapatkan 1.5 juta rupiah dalam seminggu. Lewat hatinya yang terbuka, Tuhan menyalurkan 1.5 juta rupiah untuk anak-anakNya yang terlantar!

Kalau direnungkan terus, rasanya masih banyak yang bisa saya timba dari pengalaman 5 menit tadi. Namun 1 hal yang pasti, Tuhan menjawab kegalauan saya soal apakah tim komunitas saya bisa cari dana atau tidak. Sebetulnya ini bukan soal bisa atau tidak bisa, tapi soal mau atau tidak mau menyediakan diri bagi Tuhan untuk berkarya. Kalau seorang remaja perempuan dari Garut bersedia dan berani keluar dari kenyamanannya, demi anak-anak terlantar, bagaimana dengan orang-orang muda pengikut Kristus? Pelayanan bukan sekadar doa, mewartakan Sabda, atau memberi makan orang-orang yang kelaparan, tapi juga mencari dana untuk mewujudkan berbagai karya ini.


Ternyata, apa yang saya pikir sebagai orang “minta sumbangan” sesungguhnya adalah tawaran Tuhan untuk mendengarkan pesan-pesanNya, serta kesempatan untuk berbuat kasih demi anak-anak terlantar. Pencari dana adalah utusan Tuhan yang menyampaikan pesan-pesan hikmat, serta menawarkan kesempatan untuk berbuat kasih bagi sesama. Betapa terhormatnya dipakai menjadi utusan Tuhan. Dalam konteks itu, sungguh benar apa yang dikatakan oleh Henry Nouwen ini:

As a form of ministry, fund-raising is as spiritual as giving a sermon, entering a time of prayer, visiting the sick, or feeding the hungry (Henry Houwen).
 
 
 

Comments


2020 Katolikcast

For limited audience only

  • Anchor
  • Spotify
  • Apple Podcast
  • Breaker
  • Pocket Casts
  • Overcast
  • Radio Public
  • Google Podcast
bottom of page