top of page
Search

Berani jadi kudus?

  • R.
  • Sep 11, 2020
  • 4 min read

Updated: Oct 2, 2020

Yesus mengundang kita untuk hidup kudus, tapi kalau kita bicara tentang kekudusan, seringkali diejek "sok suci". Harusnya bagaimana?

ree
Kita seringkali tergoda untuk berpikir bahwa kekudusan itu hanya untuk mereka yang bisa menarik diri dari hal-hal sehari-hari, untuk meluangkan waktu dalam doa. Ini tidak benar. Kita dipanggil untuk menjadi kudus dengan menjalani hidup kita dengan kasih dan dengan menjadi saksi lewat segala sesuatu yang kita lakukan, di manapun kita berada. (Paus Fransiskus, Gaudete Et Exsultate, 14)

Jadi orang muda di dunia modern ini tidak mudah, karena ada banyak tantangan yang mewarnai hidup kita. Dunia media sekuler mem”bombardir” kita setiap hari dengan pesan-pesan yang seringkali berlawanan dengan nilai-nilai kasih. Banyak orang muda yang terjepit antara imannya dan profesi/tugas sehari-hari yang “harus” mereka lakukan. Tidak jarang hati nurani-pun menjadi tumpul karena “keterpaksaan” ini.

Padahal Tuhan Yesus begitu mencintai kita hingga mati di kayu salib, supaya kita menerima kasihNya sebanyak-banyaknya, sehingga kasih ini mengubahkan hidup kita menjadi semakin menyerupai Yesus sendiri – yang adalah kudus. Yesus memanggil kita untuk hidup kudus seperti Dia sendiri.


Tapi seruan ini sepertinya telah menjadi “tumpul” karena dikaburkan oleh dunia sekitar kita. Pesan “Yesus mati di kayu salib buat kita”pun sudah menjadi terlalu “biasa” sehingga seakan kehilangan kekuatannya untuk menggerakkan hati kita. (Bayangkan, kematian Tuhan-pun sudah kehilangan kekuatannya. Apa benar?) Bahkan, kalau ada orang yang mau hidup suci, bukannya didukung, tapi malah dicela dan dianggap “sok suci”. Sedihnya, kecenderungan ini bukan cuma terjadi di dunia sekuler, tapi juga di dunia iman dan pelayanan kita. Atau kalau kita bilang mau belajar hidup benar, kita justru dibilang sombong. Menghadapi kenyataan ini, akhirnya kitapun mundur teratur dan tidak berani bicara tentang Yesus atau tidak berani memilih apa yang menyenangkan hatiNya.


Para kudus Gereja/santo-santa sudah memberi teladan hidup bagi kita semua, bahwa cinta Tuhan selalu sanggup untuk mengubah kita menjadi kudus. Kekudusan tidak pernah buah dari kebaikan kita semata, karena kita tidak pernah sanggup untuk menjadi suci. Kekudusan adalah kekuatan cinta Tuhan yang mengubahkan hidup kita setiap hari sehingga makin lama hidup kita makin seperti Yesus sendiri. Pastinya ini menyangkut pilihan-pilihan yang kita buat setiap hari, dari hal-hal besar sampai kepada perbuatan-perbuatan kecil yang hanya terlihat oleh Tuhan sendiri – misalnya buang sampah pada tempatnya, atau tersenyum ke orang yang paling kita benci. Justru hidup kita lebih banyak diisi oleh keputusan-keputusan kecil setiap hari yang seringkali tidak kita sadari, tapi akumulasi pilihan-pilihan inilah yang membawa kita kepada jalan kekudusan.


St. Theresa dari Lisieux sejak kecil sudah bercita-cita untuk menjadi seorang santa, dan iapun pernah dibilang sombong karena pilihan ini. Waktu St. Antonius dari Padua mau bergabung dengan konggregasi Fransiskan karena ter-inspirasi oleh para Fransiskan yang dibunuh di Marocco, ia juga banyak disindir oleh rekan-rekannya karena dianggap sok mau jadi martir. Bahkan St. Dominik Savio dibunuh teman-temannya pada usia muda karena ia dianggap sok suci. Coba baca kisah hidup mereka. Karena baca tentang kehidupan santo-santa, St.Ignatius dari Loyola bertobat dan menyerahkan seluruh hidupnya buat Tuhan Yesus dengan cara yang indah dan radikal!


Di tengah-tengah dunia yang seringkali menawarkan keresahan dan ketakutan, St. Yohanes Paulus II dengan beraninya menyerukan Don’t be afraid to be holy! kepada segenap lapisan Gereja, dan khususnya bagi orang muda. Pada pertemuan Hari Orang Muda Sedunia ke-4 di Compostela, tahun 1989, ia berseru kepada orang muda sedunia:

"Do not be afraid to be saints! This is the liberty with which Christ has set us free…" Pada pertemuan international ke-7 CFCCCF di Roma (2001), ia sekali lagi berseru:

The Church and the world need saints! And all the baptized without exception are called to be saints! Let your communities, therefore, be more and more “genuine schools of prayer, where the meeting with Christ is expressed not just in imploring help but also in thanksgiving, praise, adoration, contemplation, listening and ardent devotion, until the heart truly “falls in love”. For this is what the saints are: people who have fallen in love with Christ. And this is why the Charismatic Renewal has been such a gift to the Church: it has led a host of men and women, young and old, into this experience of the love which is stronger than death.

Saya hanyalah sebuah suara di tengah-tengah dunia yang hiruk pikuk ini, tapi saya sungguh rindu memenuhi Gereja dengan generasi, yang dengan penuh kesadaran memilih untuk hidup kudus. Seruan St. Yohanes Paulus II “Don’t be afraid to be holy” harus bergema di dalam setiap hati orang muda pengikut Kristus. Menerima cinta Tuhan sebanyak-banyaknya harus menjadi gaya hidup kita semua, supaya cinta ini menguatkan kita untuk terus menerus memilih Tuhan dalam keseharian kita. Saya mau mengajak semua orang muda untuk tergila-gila mencintai Tuhan Yesus. Seriously! Semakin kita mencintai Yesus, semakin pula kita rindu untuk menyenangkan HatiNya lewat pilihan-pilihan yang kita buat sehari-hari, sehingga seperti kata Paulus “bukan lagi aku yang hidup, tapi Kristus yang hidup di dalam aku…” (bdk. Gal 2:20) .


Kepada semua orang muda Katolik saya mau berseru dengan lantang: Mari berikan hidupmu untuk seutuhnya dipenuhi oleh cinta Tuhan. Mari biarkan Cinta ini memenuhi, menyembuhkan, memulihkan, mengubahkan, dan memampukan hidup kita untuk jadi seperti Yesus sendiri. Mari belajar dari Bunda Maria dan para kudus tentang jalan kerendahan hati dan cinta yang menyempurnakan hidup kita. Jangan pernah takut memikul salib seperti Yesus, sebab hidup kita akan memperbaharui wajah Gereja. Don’t be satisfied with just being Catholics, but be holy Catholics. Be like Jesus, and inspire the world with His love!


Kepada semua Imam muda saya mau berseru, dan dengan lantang juga: Gereja perlu imam-imam muda yang hidup kudus dan memancarkan kekudusan Yesus. Ini bukan prioritas 2 atau 3. Ini adalah yang pertama dan terutama dalam panggilan imamat-mu. Kita perlu imam-imam kudus yang menginspirasi dunia dengan Kristus!


Percayakah kita bahwa cinta-Nya lebih kuat dari kerapuhan kita?

Yakinkah kita bahwa belas kasih-Nya sanggup mengubah hidup kita?

Berani mengejar kekudusan?


Waktu orang-orang muda bersatu hati, merendahkan diri, dan menyerahkan hidupnya untuk dibentuk jadi kudus seperti Yesus sendiri – Gereja akan bercahaya dengan begitu semaraknya. Bunga-bunga kasih dan kerendahan hati akan bermekaran. Tunas-tunas kedamaian dan kesejahteraan akan tumbuh di mana-mana. Kebun anggur menghasilkan buah limpah, dan embun pagi membuka jalan bagi matahari yang terbit dengan terangnya. Lalu terang-Nya membawa kehangatan di mana-mana.


Can you feel the warmth already now?

Selamat datang musim semi yang baru bagi Gereja dan dunia. The new springtime is here.

 
 
 

Comments


2020 Katolikcast

For limited audience only

  • Anchor
  • Spotify
  • Apple Podcast
  • Breaker
  • Pocket Casts
  • Overcast
  • Radio Public
  • Google Podcast
bottom of page